VIVAnews – Indonesia adalah ‘negeri Indomie’. Santer benar pemberitaan soal penarikan mi instan itu di Taiwan karena diyakini mengandung zat pengawet bahan pembuat kosmetik bernama
nipagin atau
methyl p-hydroxybenzoate. Kenyataannya, di Tanah Air Indomie tetap laris manis.
Setidaknya, dari sekian banyak warga yang diwawancarai
VIVAnews.com—apakah itu pemilik warung maupun konsumen--rata-rata mengaku tak terpengaruh dengan isu tersebut. Terkhusus, mereka yang berada di kalangan ekonomi bawah.
Misalnya saja Hanafi, seorang supir truk. "Takdir Tuhan yang
ngatur. Masalah makan
mah, kalo
gak enak baru saya buang," kata dia saat ditemui di sebuah warung Indomie, di Jalan Rempoa, Jakarta Selatan. Hanafi mengaku isu itu tak berpengaruh apa-apa baginya.
Begitu juga Enung, pemilik warung yang berasal dari Sumedang. Ia mengaku sudah 21 tahun hanya menjual Indomie sebagai makanan cepat saji. Tak ada satupun merek lain yang terpampang di lapaknya--hanya Indomie dengan berbagai rasa. Toh setelah kasus ini meledak, warungnya tetap ramai didatangi pembeli. Dalam sehari ia mengaku tetap bisa menghabiskan dua hingga tiga dus karton Indomie. Tak ada yang berubah.
"Orang-orang sini
mah yang penting halal," katanya.
Hal serupa juga dinyatakan pemilik warung Indomie lainnya, Evi. Warungnya yang berjarak 500 meter dari warung Enung sudah berdiri sejak 26 tahun lalu, juga hanya menjual Indomie. "Saya
aja makan Indomie tiap hari," ia menambahkan.
Itu buat para pemilik warung Indomie dan konsumennya, yang rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Fenomena berbeda muncul di kalangan menengah atas. Isu Nipagin lumayan membuat mereka cemas. Sejak kabar ini muncul ke permukaan, murid di salah satu SD swasta di Jakarta Selatan, misalnya, mengaku dilarang orangtua mereka makan Indomie lagi. Banyak juga yang tetap dibolehkan makan, meski diwanti-wanti supaya jangan sering-sering.
"Yang penting jangan sering-sering, nanti usus buntu," kata Rayshifa, siswa kelas 6 SD yang masih memakai seragam pramuka. Toh, ia mengaku tidak mau menyantap merek lain. "Lebih sedap Indomie, yang lain bau obat," ujarnya polos saat ditemui di SD Islam Harapan Ibu, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Lain lagi pengakuan beberapa mahasiswa Universitas Padjadjaran di Jatinangor, Bandung. Menurut Sita, misalnya, beberapa temannya terbiasa mengkonsumsi Indomie hingga tiga kali sehari. “Akibatnya mereka sering mengeluh pusing dan perutnya melilit-lilit seperti terkena
maag,” katanya, was-was. Mereka selama ini getol melahap Indomie selain karena suka rasanya, juga karena sebuah faktor yang teramat penting buat mereka: lebih hemat.
Pengawet kosmetik
Benarkah mi instan yang sudah jadi bagian hidup ratusan juta warga itu beracun?
Pemerintah Indonesia sudah langsung bereaksi keras menanggapi pengumuman Food and Drugs Administration Department of Health Taiwan itu; bahwa dua bahan kimia yang terkandung dalam produk Indomie hanya cocok untuk bahan pembuat kosmetik. Begitu menerima laporan soal kasus itu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih langsung memerintahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memeriksa ulang. Hasilnya, BPOM mengumumkan: Indomie aman dikonsumsi.
Kementerian Kesehatan menyatakan tak perlu merilis imbauan terkait kasus ini. Sembari menegaskan Indomie aman dikonsumsi, Menteri Endang mengingatkan agar warga tidak melahap Indomie setiap hari.
BPOM tak menyangkal bila Indomie dan mi instan lain yang diproduksi di Indonesia mengandung
nipagin. Namun, ditegaskan Kepala BPOM Kustantinah bahwa kadarnya masih dalam batas yang wajar.
Dijelaskan Kustantinah, zat pengawet
nipagin itu berada dalam kecap yang merupakan bagian dari mi instan, utamanya mi goreng. Jika dikonsumsi berlebihan, memang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan risiko penyakit berat seperti kanker. "Apapun yang terkandung di dalamnya, bila dikonsumsi berlebihan akan berbahaya bagi kesehatan," ujarnya.
Menurut Kustantinah, dalam kecap mi instan, batas peggunaan
nipagin yang diizinkan adalah 250 mg per kg. Dalam makanan lain--kecuali daging, ikan, dan unggas--batas maksimal sebesar 1.000 mg per kg. Dan kecap Indomie masih di bawah ambang yang diperbolehkan itu.
Di Indonesia, katanya lagi, penetapan regulasi keamanan mutu dan gizi produk pangan olahan sudah mengacu kepada standar internasional, yaitu Codex Alimentarius Commission yang didasarkan pada kajian risiko. Menurut standar itu, mi instan yang terdaftar di Indonesia, termasuk Indomie, dinyatakan aman untuk dikomsumsi. "Kami menjamin mi instan yang terdaftar di Badan POM aman. Masyarakat diimbau untuk membeli produk terdaftar," katanya.
Batas penggunaan kedua bahan kimia yang ramai disoal ini, khususnya
methyl p-hydroxybenzoate alias
nipagin, berbeda-beda di beberapa negara. Di Kanada dan Amerika Serikat batas maksimum penggunaan yang diizinkan adalah 1.000 mg per kg. Di Singapura dan Brunei Darussalam 250 mg, di Malaysia 500 mg, di Hong Kong 550 mg.
Lalu, makhluk apa gerangan
methyl hydroxy benzoate dan
benzoic acid itu?
Dessy Ratnaningtyas, seorang ahli kimia yang bekerja di sebuah industri kosmetik, di kawasan Tangerang menjelaskan sebagai berikut. “Dalam regulasi kosmetik, penambahan bahan-bahan tersebut bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada produk kosmetik, biasanya untuk produk-produk yang tinggi kandungan air atau kelembabannya.”
Kondisi kelembaban di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 80 persen, sehingga mikroorganisme sangat cepat tumbuh dan membuat produk menjadi cepat rusak. “Karena itu diperbolehkan menambahkan bahan penghambat pertumbuhan mikroorganisme itu, yang biasa kita sebut bahan pengawet atau
preservative. Tetapi, penggunaannya harus sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan,” kata Dessy.
Di bidang kosmetik jenis pengawet cukup banyak dan terus berkembang dan diperbarui.
Nipagin dan
benzoic acid merupakan generasi awal, tetapi masih terus digunakan sampai sekarang--terutama
nipagin.
Apakah kedua bahan kimia ini memang bisa dipakai untuk mengawetkan makanan?
Menurut Dessy, karena fungsinya merupakan penghambat mikroorganisme, bila digunakan sesuai dosis dan cara yang benar, kedua produk tersebut memang dapat membantu mengawetkan makanan. Soal dosisnya, sangat tergantung pada regulasi.
Untuk sediaan kosmetik misalnya,
nipagin hanya boleh digunakan sebanyak 0,15 persen. Untuk
benzoic acid maksimum 0,5 persen dalam bentuk asam tunggal.
Benzoic acid sendiri menurut Dessy saat ini sudah jarang digunakan dalam produk kosmetik. Masalahnya, jika masuk ke dalam lambung bisa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan cukup berbahaya jika terakumulasi cukup tinggi.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Franciscus Welirang, menyatakan produksi Indomie tetap akan mengacu pada Codex Alimentarius Commision. Menurut Welirang saat ini terjadi kesalahpahaman bahwa mi instan menggunakan pengawet. Padahal, katanya, bahan pengawet tidak digunakan untuk bahan mi-nya sendiri, maupun bumbu bubuk. Bahan pengawet hanya ada di kecap yang diperuntukkan bagi bumbu mi instan goreng. Begitupun, Welirang mengingatkan masyarakat untuk tidak mengkonsumsi Indomie setiap hari. (Baca
wawancara dengan Welirang di sini).
Importir Indomie di Hong Kong, Fok Hing (HK) Trading sendiri kukuh menyatakan bahwa Indomie tetap aman dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan baik di Hong Kong dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berdasarkan hasil pengujian kualitas per Juni lalu, tidak ditemukan adanya bahan berbahaya.
"Mi instan Indomie aman untuk dimakan dan masuk ke pasar Hong Kong lawat saluran yang legal," demikian pernyataan Fok Hing. Mereka menduga, Indomie yang kini dipermasalahkan di Taiwan merupakan produk yang diimpor secara ilegal.
Sementara itu, supermarket yang menjual barang-barang asal Indonesia di Distrik Causeway Bay, Hong Kong, East-Southern Cuisine Express, menyatakan bahwa mi instan yang mereka jual bukanlah barang selundupan dan aman dikonsumsi. Di Hong Kong, Indomie memang lebih murah ketimbang produk mi instan lokal lain dan menjadi makanan favorit warga Indonesia yang bekerja di negeri itu.
Label rokok
Adanya perbedaan standar antara Indomie yang beredar di Taiwan dan Indonesia, membuat Komisi IX DPR RI mempertanyakan standar ganda yang diterapkan produsen Indomie. Anggota Dewan kini mengusulkan membentuk Panitia Kerja Bahan Tambahan Pangan untuk meneliti berbagai permasalahan terkait pengamanan makanan dan minuman. Hasil penelusuran akan dijadikan bahan masukan bagi Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan yang akan disusun tahun 2011
Wakil Ketua Komisi IX DPR Nizar Shihab mengatakan Panja akan meminta agar di setiap produk yang mengandung bahan pengawet “harus disebutkan mengandung bahan pengawet apa saja." Nanti, komposisi dan nama bahan pengawet harus dicantumkan dengan jelas, termasuk jumlah, batas maksimum yang dibolehkan, termasuk akibat dan resiko yang bisa ditimbulkannya.
Kira-kira, katanya lagi, modelnya bakal seperti label peringatan di kotak rokok. Jika itu jadi diterapkan, boleh jadi di setiap bungkus mi instan kelak akan ada label menyeramkan seperti ini: “Mi instan, jika dikonsumsi berlebihan, dapat menyebabkan ...”
(Laporan: Fina Dwi Yurhami | kd)
• VIVAnews